| Latar belakang munculnya diplomasi preventif adalah sebagai bentuk pencegahan konflik yang dianggap bisa menyebar sehingga bisa menimbulkan perang dunia dalam kerangka perang dingin. Namun seiring dengan perkembangan waktu, peran dari diplomasi ini pun mulai dijalankan oleh PBB terhadap konflik yang menimbulkan jatuhnya korban jiwa cukup besar di suatu negara agar tidak semakin meluas ke negara lain diluar negara konflik sehingga tidak semakin menimbulkan jatuhnya korban yang lebih banyak lagi. Definisi diplomasi preventif ini bermacam-macam salah satunya menurut Sekjen PBB, Boutros Ghali, yang secara umum mengandung tiga unsur seperti usaha untuk mencegah pertikaian yang muncul di antara para pihak, usaha untuk mencegah adanya pertikaian yang meningkat menjadi konflik, usaha untuk membatasi meluasnya konflik tersebut apabila hal itu terjadi (www.tribun-timur.com). Keberhasilan diplomasi ini menyaratkan ijin dari negara yang diintervensi, dukungan dari negara besar karena diplomasi preventif biasanya dilaksanakan sesuai dengan sanksi ekonomi atau bantuan ekonomi sebagai alat untuk menyukseskannya, dan tahu saat yang tepat untuk melaksanakannya. Diplomasi ini merupakan penggabungan antara elemen-elemen dari diplomasi publik serta diplomasi diam-diam. Ins Claude Jr, menggambarkan diplomasi preventif sebagai penetral dan penyeimbang hubungan international yang efektif (www.tribun-timur.com). Diplomasi preventif dapat dilakukan oleh Sekjen PBB pribadi atau melalui pejabat senior atau badan-badan khusus atau program, oleh Dewan Keamanan maupun Majelis Umum dan oleh organisasi-organisasi regional bekerjasama dengan PBB. Diplomasi preventif memerlukan langkah-langkah untuk menciptakan kepercayaan, membuat satu peringatan dini dengan pengumpulan informasi dan misi pencarian fakta baik secara resmi maupun tidak resmi, di samping juga harus melibatkan penempatan pasukan preventif, dan dalam keadaan tertentu menempatkan wilayah bebas militer. Sampai saat ini PBB menganggap diplomasi ini sebagai cara yang efektif untuk menyelesaikan krisis di seluruh dunia (http://www.unic-jakarta.org). Contohnya adalah kekerasan paska pemilihan yang dipicu oleh sengketa pemungutan suara di Kenya tahun 2008, menurut Pascoe saat itu mantan Sekretaris-Jenderal Kofi Annan secara cepat menempatkan pejabat politik, ahli pemilu, konstitusional dan keamanan yang menjadi staf pendukung utama untuk mediator untuk membantu pihak-pihak membentuk perjanjian untuk mengakhiri krisis (http://www.unic-jakarta.org). Pascoe juga menyatakan bahwa, Sekretaris-Jenderal Ban Ki-moon telah dari awal beliau menjabat, menjadikannya sebagai prioritas untuk memfokuskan kembali kemampuan PBB sehingga para diplomat dan mediator dapat dimobilisasi sebagai responden pertama titik masalah. Namun di sisi lain, kekurangan dari diplomasi preventif ini adalah tidak bisa menyelesaikan semua masalah yang ada contohnya kasus politik yang tentunya membutuhkan penyelesaian secara politik, adanya ketidakpercayaan dianatara pihak yang berkonflik, keterbatasan sumber daya di PBB dan adanya anggapan jika diplomasi ini merupakan cara lama yang sudah tidak relevan(http://www.unic-jakarta.org). Namun apapun upaya yang ditempuh untuk penyelesaian konflik, diplomasi preventif dapat dipertimbangkan sebagai suatu varian yang bisa dipilih dengan kelebihan dan kekurangan yang mewarnainya. Referensi Fathurrahmi, Farah. Terjemahan Pejabat PBB menekankan nilai diplomasi preventif dalam penyelesaian konflik diakses melalui http://www.unic-jakarta.org pada 30 November 2010 Lund, Michael S.. 1996. Preventing Violent Conflict: A Strategy for Preventive Diplomacy diakses melalui www.tribun-timur.com pada 30 November 2010 |
| |
My World n I
Q y q, g da yg ngerti q slaen q n temen2q...so klo mw tw tentangq y baca ja blogQ ^_^
Rabu, 29 Desember 2010
PERAN DIPLOMASI PREVENTIF DALAM PENYELESAIAN KONFLIK
Minggu, 31 Oktober 2010
Brought Campus Green: between myth, dream, and its realization
In my country, Indonesia, the myth still strongly embedded in society, especially in rural areas. One of them is a myth if large trees and bamboo groves is haunted, as the incarnation watchman tiger woods’, the need for safety each time of harvest, and others. This often was ridiculed and considered silly and superstitious for today's youth or urban communities that have modern minded. However, the positive side of this is ancient society become more selective in using natural products and the preservation of plants and animals around us become more awake.
The myth was probably lost at this time because virtually no time by the youth of today, but I feel there are other ways to foster a sense of concern for nature by other human beings around me, through my dreams. I dream to restore the greatness of the name of Indonesia, dubbed as the emerald because of the large equatorial forests owned and variety of animals that occupy the top position in the world. Not anymore as the exporting country or a state smog blamed for global warming is happening. I realize that dream with discourse application of a green campus, the University of Airlangga (Airlangga University) where I was taking during this lecture. Through this paper, I will present a description of the green campus concept that inspired some of the existing green schools in the country.
Call it the SMA 13 Jakarta Utara, who founded the school extracurricular with green name (http://www.kehati.or.id). Activities that have been done and is very prominent in this school is the reuse of plastic waste into products ready for use (such as bags, wallets, pencil, greeting cards, toiletries bag, etc..). Members of the Green School have provided insight into the basic training of environmental care. In addition, Green School has also been conducting seminars in the school environment, and exhibitions in and outside of school. Due to active members of the Green School in converting plastic waste into products ready for use, and active they are following exhibitions, the Green School became quite famous and has been frequently interviewed by various media.
Besides related with trash, they also grow medicinal plants. Plants are chosen such as Lavender, Geranyum, Zodia, and Rosemary which serves as a mosquito repellent as the mosquito population in the vicinity of schools is high enough so that cases of dengue fever is quite high. Toga who planted it also inspired the making of paper that has won a research competition in North Jakarta (Winner Field IPA) and Runner II levels of DKI Jakarta (Disorda). Through research Contest Winner plastic obtained a study of North Jakarta and Jakarta-level Second Place (2006).
In addition, members of the green school also seeks to integrate environmental issues into school subjects. This is of course with support from teachers and all citizens of the school in campaigning dangers of global warming and foster caring for nature early on.
In subjects with the environmental theme, the learning process will be relaxed but not boring because it is packed in activities like watching movies with the theme of the environment, recycling creativity contest, as well as the anniversary of the Earth by distributing masks to motorists and the system of foster parents per child one tree. So the trees or flowers they planted to their own advantage and there is a post-planting care.
In subjects with the environmental theme, the learning process will be relaxed but not boring because it is packed in activities like watching movies with the theme of the environment, recycling creativity contest, as well as the anniversary of the Earth by distributing masks to motorists and the system of foster parents per child one tree. So the trees or flowers they planted to their own advantage and there is a post-planting care.
Figure 1
Green canteen in the Junior High School 26 Surabaya
Source: http://www.tunashijau.org/photos/2010/okt10/ikan2.jpg
In addition to SMA 13 Jakarta Utara, Surabaya, SMP 26 is also not to be outdone by his senior in terms of caring for nature. The picture above clearly located in Surabaya, 26 Junior High School, which utilizes fish pond large enough in area schools to create a floating green canteen. Fish pond filled with tilapia and catfish, because it uses waste water from the school toilets and rivers in the area. Catfish was chosen because it classified the type of fish which hold a wide range of water conditions. Catfish also serves to reduce the remaining food. While tilapia is deliberately chosen as an indicator of water quality in schools and surrounding areas. Breeding fish in the pond integrated schools with this floating school cafeteria serves as a medium including environmental education for students (http://www.tunashijau.org). In the canteen is also providing food and beverages that meet the hygienic and health standards, which are expected to reduce the spread of garbage that had been found in all corners of the school. Availability of this floating canteen as well as eliminate the impression of slums in the school canteen. With the canteen is also floating green, the kind of non-organic trash, especially food and beverage packaging to be reduced drastically. Cause, all food is served with dishes that can continue to be used repeatedly. All drinks are also served with a glass that can be used repeatedly. Can be directly composted food scraps.
The Pool at Campus C
Sumber: http://agylardi.files.wordpress.com/2010/03/kampusc-blog.jpg
Two examples of green schools in the above can also be applied at Airlangga University, precisely on the campus of C because there are also large enough pool area and maximum untapped so far, as shown below. During the day, the area around the pool it feels very hot because the number of trees that are less than the vacant area is so vast because there has not been built almost entirely. To that end, I propose to make a green canteen on a mini pond, if necessary, along with gazebo and floating restaurants. If this plan can be realized, not just the environmental aspect that has improved but it can also be used to land an environmentally friendly business. In terms of the concept of the building can adjust the taste of the youthful students and workers in the cafeteria or eating house can be hired from the students especially the poor. So for tuition fees and buy books they can earn by working part time at the venue.
In addition to this simple concept, the scenery around campus will be more beautiful and attractive, campus facilities also increased, and students will not be difficult to find a place to hang out or spend time while waiting for class hours. Menu catfish and fried or grilled tilapia can be presented in accordance with the tastes and consumer orders, fishing could be also an alternative activity to relieve boredom for students, faculty, and staff from campus activities. Also in these places can also be attached flyer or banner-themed environment that is without conscious, all campus residents will become more friendly to the environment.
To be more shady, areas that are still empty and which were around the pond can be planted with trees such as mango, guava, or rambutan harvest season so that when a student can directly pick it if interested. This is expected to enhance the nutritional needs of students both for intelligence and reduce the consumption of packaged foods which often contain chemicals. In these ponds can also be planted with lotus flowers more beautiful than to be able to fix the dirty pond water levels. To complement the beauty, the maintenance of geese, rabbits, or deer in the vicinity of the lake will make C more attractive campus. Moreover, faculty of fisheries, biology, and veterinary medicine are located not far from there, so they can periodically check the state of the animals as well as practicing the science that they can.
Not quite up there, besides the problem I also have a pool of other ideas such as the use of bicycles as a means of transportation on the campus that inspired the first ITB campus implementing bike to campus (http://www.detiknews.com). By working with several nationally-owned bicycle manufacturer, the entire campus community can jointly promote the reduction of air pollution that cause the greenhouse effect. Bicycle Manufacturers also benefit from free promotion that can be fed back into increased purchase of bicycles by students and their families.
Not quite up there, besides the problem I also have a pool of other ideas such as the use of bicycles as a means of transportation on the campus that inspired the first ITB campus implementing bike to campus (http://www.detiknews.com). By working with several nationally-owned bicycle manufacturer, the entire campus community can jointly promote the reduction of air pollution that cause the greenhouse effect. Bicycle Manufacturers also benefit from free promotion that can be fed back into increased purchase of bicycles by students and their families.
Figure 3
Campus Bicycle
Rectorate party itself should also provide a green belt in the campus environment. Use of bicycles is also expected to reduce accidents that occurred in the area of the campus and support the realization of a green campus no later than three years into the future because the concept that I offer is very simple, minimal funds, and benefit all parties. Some of the environmentally friendly message can also be written on signs and in the back of the bike riding example of healthy living without pollution or green earth irreconcilable liver.
By implementing these eco campus, although its contribution is not great but if carried out simultaneously across campus, the greatness of this country to re-name the equatorial emerald carried by Indonesia with youth as its inisiator. No longer merely a dream or myth, but today's realities.
By implementing these eco campus, although its contribution is not great but if carried out simultaneously across campus, the greatness of this country to re-name the equatorial emerald carried by Indonesia with youth as its inisiator. No longer merely a dream or myth, but today's realities.
Acknowledgement
Fadillah, Ramadhian. 2008. Ciptakan Green Campus, UI Siapkan Sepeda Gratis accessed from http://www.detiknews.com at October 24th 2010
Fadillah, Ramadhian. 2008. Ciptakan Green Campus, UI Siapkan Sepeda Gratis accessed from http://www.detiknews.com at October 24th 2010
Roni. 2010. Ribuan Benih Ikan Lele Dan Nila Dilepaskan Di Kolam Ikan Yang Terintegrasi Kantin Apung. accessed from http://www.tunashijau.org at October 23rd 2010
Pengelolaan Lingkungan Terpadu oleh Warga SMA 13 dan Masyarakat melalui 3R dan Pembudidayaan Toga Anti Nyamuk accessed from http://www.kehati.or.id at October 23rd 2010
Music is Noisy or Easy to Listen
Music is noisy, disturbing concentration, and wasting time. Maybe people will be a little confused reading my writing opening, but here I am. At the moment all people become fans of dangdut, jazz, classical and pop music but whatever the music and whoever the singer, it will not make me interested at all. But that was before, since I realized my ears sensitivity in hearing is in lowest level, especially when test toefl listening session, I began to feel something wrong with me. Manytimes take the test, my rating never reaches the score target whereas I have a dream to go around the world through the scholarship which is required a minimum score of English 550. From there I started to learn and love music, any kind of types is mainly the English language to train my ears in hearing sensitivity.
Moreover, according to some studies, music is good for brain, as well as train our hearing sensitivity or feelings. Because there are many positive considerations that I get, so it is no problem if I provide a bit of time to listen to music. Although initially I had concentration trouble doing two activities at once but over time I began to enjoy both at once. Beside that, a lot of music that contains lyrics story of life that makes us entertained and motivated even inspirited the audience. That is called as magical power of music, capable of uniting the world with rhythm, capable of making everyone sway regardless of their backgrounds.
But all things are created in pairs included music which has positive and negative side. For music lovers, especially addicts, they often neglect their activities to learn, socialize, and work because too busy listening to music through earphones and occasionally nodded his head and feet stomping to the tone rhythm coming out of the mobile or Ipod. It must be avoided because of an exaggeration it certainly will not be good results. Moreover, music can also affect a person's lifestyle and even they do not realize their true identity, because too idolized a certain musician, so they adopt all of the artists wear and do although it contradict with environment value where they live.
This should be anticipated from the beginning, human is the music creator so they should not be controlled by the beauty of music. But music as a result of human culture is often abused by the human existence itself, for example type of music are used to assess the personality of people even judge one's grade level. It can not be generalized even to denigrate others who have different interests to a specific music streams, as currently many people who judge if dangdut music was cheesy. While jazz or classical look more cool and enjoyed by the upper class. For young children Indonesia also often bandwagon like rock music, pop, or hip-hop just to be seen sociable and embarrassed if they actually liked the dangdut or melayu song.
It should be reconsidered by us, if needed we can show the difference of our music than others because there is no accounting for taste, absolutely nothing to do with prestige in the environment in which we live. Apart from the matter of taste, it would be better if we also appreciate the local artists of our own country. Many talented musicians in Indonesia has same quality as foreign ones, such as Agnes Monica, Erwin Gutawa, etc. Even project pop claim proudly said that dangdut is original typical music from Indonesia through their song under the tittle "Dangdut is the music of my country." I guarantee you will not be lost predicate as a sociable person just loving original songs and local Indonesia musicians. Sociable predicate is determined whether or not someone is more insights how broad, how smart his brain in thinking wise, and how high his taste in enjoying life, that is one of them with music.
Source of Pictures
3. teknologi.kompasiana.com
4. fathkodok2.blogspot.com
5. kickandy.com.
Jumat, 22 Oktober 2010
PEMBANGUNAN PERDAMAIAN PASKA KONFLIK: STUDI KASUS KOSOVO
Prinsip perdamaian dunia sebenarnya tidak menghendaki adanya suatu kekerasan dalam bentuk apapun, apalagi serangan bersenjata kepada suatu negara (Istanto, 1998). Namun kenyataannya, konflik yang berakhir dengan kekerasan masih banyak terjadi dalam perang modern saat ini. Untuk itu saat konflik tidak kunjung mendapatkan penyelesaian biasanya akan mengalami kondisi stalemate yang menjadi kesempatan bagus untuk membuat kesepakatan damai bila ada itikad dari pihak-pihak yang berkonflik. Pembangunan perdamaian paska konflik, menurut Boutros-Ghali merupakan aksi-aksi yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendukung struktur yang menguatkan perdamaian untuk mencegah timbulnya konflik kembali (Miall 1999). Pasukan pembangunan perdamaian bertugas mengawasi proses perdamaian di wilayah paska konflik dalam memberlakukan perjanjian perdamaian yang mungkin ditandatangani oleh negara yang berkonflik. Bantuan ini dapat juga berbentuk, pengaturan pembagian kekuasaan, dukungan untuk proses pemilihan umum, memperkuat penegakan hukum, dan lebih menekankan pada rekonstruksi dan pembangunan ekonomi, karena itulah aksi yang dilakukan biasanya berupa demobilisasi militer dan transisi politik menuju demokrasi.
Untuk mencegah timbulnya konflik kembali, dibutuhkan strategi dengan menggunakan pembalikan teori Clausewitz dimana perang sebagai perpanjangan politik, maka cara yang paling tepat untuk mengakhiri dan menghindari perang kembali adalah dengan meneruskan upaya-upaya politik demi menjaga perdamaian yang ada. Hal ini memerlukan kontribusi timbal balik dari masing-masing pihak yang berkonflik serta stabilisasi politik, ekonomi dan sosial untuk menghilangkan trauma pada para korban, misalnya pemerintah menawarkan proses politik yang adil dan pemberontak menawarkan penghentian kekerasan
Upaya di atas memiliki tantangan yang sangat berat terutama dalam perang modern saat ini dimana garis batas konflik menjadi kabur, rakyat sipil menjadi pihak yang paling dirugikan serta menanggung efek kerusakan yang tidak dapat diperbaiki dalam waktu yang singkat. Mereka harus mengalami berbagai kerugian seperti kehilangan harta benda dan anggota keluarga, terpisah dari bangsanya, serta menderita trauma dan kebencian yang mendalam pada musuh mereka. Hal inilah yang paling sulit untuk diselesaikan oleh para negosiator atau pihak yang bertanggung jawab terhadap proses perdamaian.
Merujuk pada studi kasus Kosovo, PBB yang berperan sebagai organisasi penjaga perdamaian dunia bertindak lebih jauh lagi dalam bentuk pemulihan keadaan pasca konflik. Hal itu dilakukan PBB melalui UNMIK, yaitu badan khusus yang ditugaskan untuk membentuk pemerintahan administrasi di Kosovo pasca lengsernya Milosevic. Setelah UNMIK melaksanakan operasi peacemaking dan peacekeeping maka operasi dilanjutkan dengan operasi peacebuilding. Tahap ini merupakan tahap yang paling diinginkan oleh masyarakat Kosovo, karena dalam tahap ini UNMIK melakukan pembangunan kembali daerah Kosovo yang telah lama mengalami konflik etnis, sehingga masyarakat dapat kembali merasakan kehidupan normal seperti sebelum terjadinya konflik. Adapun langkah-langkah yang telah dilakukan UNMIK adalah membangun kembali sarana kesehatan dan pendidikan yang rusak pada saat konflik. Selain itu secara bertahap, UNMIK juga mendorong pertumbuhan ekonomi dengan cara memberikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan modal usaha melalui pinjaman lunak.
Pengimplementasian peacebuilding di Kosovo ini maupun di negara lain sampai saat ini belum ada yang dinyatakan gagal ataupun berhasil karena jangka yang dipatok adalah lima tahun. Penulis menyoroti jika dalam menyelesaikan konflik semestinya tingkat keberhasilannya tidak diukur dari berapa lamanya diterapkan tapi dari bagaimana konflik dicari akarnya dan diselesaikan. Untuk itu prosedur penyelesaiannya tidak bisa disamakan tapi bergantung situasi dan siapa saja pihak yang berkonflik saat itu.
Referensi
Istanto, Sugeng. 1998. Hukum Internasional. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya, hal. 130.
Miall, Hugh, et.al. 1999. “Post-Settlement Peacebuilding” dalam Contemporary Conflict Resolution. London: Political Press.
Kamis, 21 Oktober 2010
Pengaruh Variabel Domestik dalam Politik Luar Negeri
Studi politik luar negeri kerapkali melibatkan tinjauan domestik dan internasional. Pengaruh faktor domestik ini sama pentingnya dengan faktor internasional dalam mempengaruhi output politik luar negeri, hanya seberapa besar kekuatannya dalam mempengaruhi, didasarkan pada situasi dan kondisi negara tersebut dalam menghadapi negara lain. Faktor domestik ini meliputi nilai-nilai seperti kebudayaan dan identitas nasional serta politik domestik dan oposisi.
Kebudayaan dan Identitas Nasional
Identitas nasional itu terbentuk melalui setiap kejadian yang ada dalam kehidupan sosial. Dimana komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sosial merupakan mesin pengubah dalam identitas nasional sehingga perubahan sosial melalui kebudayaan yang merupakan salah satu unsur dalam identitas nasional dapat terjadi dalam kehidupan sosial (Hudson, 2007). Masalah tentang budaya dan identitas nasional ini mulai marak dibahas paska Perang Dingin tekait dengan munculnya negara-negara baru terutama negara CIS. Pembahasan ini kemudian menjadi hal yang penting dimana juga terkait dengan kepentingan nasional sebuah bangsa serta tujuan nasional bangsa terutama dalam aspek perekonomian. Seperti yang dikatakan Woods bahwa negara memandang kepentingan nasionalnya melalui seperangkat pemikiran dan kepercayaan terhadap bagaimana sistem ekonomi dunia itu bekerja dan kesempatan yang ada di dalamnya. Contohnya pada Negara Jepang, Cina, dan Korea Utara yang menggunakan kebijakan isolasionis sebelumnya, namun saat ini bisa mengejar kemajuan setara dengan beberapa Negara Barat lain yang terlebih dahulu maju.
Kebudayaan dan identitas nasional di sini merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Dimana kebudayaan suatu negara mencerminkan identitas nasional di negara tersebut yang membedakannya dengan negara lain (untuk menilai siapa kita dan siapa mereka). Di dalam kebudayaan tersebut tentu ada nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh suatu negara dan menjadi identitas nasionalnya. Signifikansi kebudayaan dan identitas nasional inilah yang membuatnya menjadi pertimbangan dalam pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara. Meskipun ada kalangan seperti Vertzberger yang mengatakan bahwa sangat sulit memberikan keterkaitan antara variabel sosial-budaya dengan proses kebijakan luar negeri. Hal ini dikarenakan pengamatan dengan efek dari sosial budaya tersebut sulit untuk dilakukan dan untuk memastikan sejauh mana kebudayaan mampu memberikan pengaruhnya. Oleh karena itu Hudson meencoba mengaitkan budaya dengan faktor-faktor lain seperti individu dan kelompok yang mempengaruhi pembuatan kebijakan luar negeri (Hudson, 2007).
Kebudayaan dan identitas nasional yang berbeda tiap negara tentunya membuat politik luar negeri antar negara berbeda-beda meskipun merespon kasus yang sama. Oleh karena itu, menurut K.J Holsti diperlukan adanya "culture syndrome" untuk mendeskripsikan sindrom nasional untuk menghargai hubungan dengan negara lain (Hudson, 2007). Kemudian juga dibutuhkan adanya konseptualisasi tentang kebudayan sebagai suatu sistem dalam pemaknaan dan nilai yang dibawa. Untuk konseptualisasi ini, dapat dilakukan melalui "operational code" yaitu situasi yang sulit tidak dapat dilalui tanpa kebijakan yang benar dan jangan mengalkulasikan kesuksesan untuk memprediksi apa yang akan terjadi, kemudian memaksimalkan pencapaian dan menghindarkan tindakan yang dapat melahirkan kerugian, serta penggunaan kekerasan untuk menunjukkan kekuatan kepada musuh kita.
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa dalam aktivitas manusia termasuk dalam kebijakan luar negeri merupakan produk dan bagian dari kebudayaan. Kebijakan luar negeri ini juga bergantung pada kebijakan nasional sehingga perlu adanya komunikasi untuk menyelaraskan visi dan misi. Di sinilah proses pembudayaan juga terjadi, dimana kebudayaan diartikan oleh Geerst, sebagai kesatuan dari simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi untuk menambah pengetahuan dan bertingkah laku dalam kehidupan (Hudson, 1997).
Selain kebudayaan dan identitas nasional, politik domestic dan peran oposisi juga menyumbangkan pengaruhnya dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri. Menurut Dahl, hal yang terpenting dalam politik domestik dilihat dari sisi rezim yang ada dan bagaimana efektivitasnya. Namun, Milner sedikit berbeda dengan Dahl yang lebih mengemukakan terminologi seperti preferensi kebijakan, distribusi informasi, dan gaya dalam pendistribusian (Hudson, 2007).
Baik rezim maupun preferensi kebijakan tentu tidak lepas dari peranan seorang aktor, dimana aktor yang berkuasa saat itu pasti sangat mempengaruhi kebijakan yang diambil. Baik dari tingkat kedekatan aktor tersebut dengan pembuatan keputusan, jumlah aktor, potensi serta keaktivan aktor dalam merespon isu yang ada. Ada beberapa strategi dasar untuk keamanan dalam upaya menghadapi oposisi dan mempertahankan kebijakan luar negeri baik yang akan atau yang telah diambil, antara lain yaitu mengabaikan atau menolak permohonan oposisi, taktik langsung, taktik tak langsung seperti membentuk aliansi dengan kelompok lain, tidak melibatkan oposisi dalam pembuatan kebijakan, mengalihkan perhatian nasional pada isu lain, serta kompromi. Hal ini dilakukan karena oposisi seringkali menuntut hal-hal yang mengancam kekuasaan dari para inkumben yang berkuasa, untuk itu bila menginginkan kestabilan maka seorang actor harus memiliki kapabilitas yang di atas rata-rata dari orang kebanyakan untuk memilah dan memilih factor yang berpengaruh dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri, apakah mendukung ataukah justru menghambat.
Referensi
Hudson, Valerie. 1997. “Culture and Foreign Policy: Developing a Research Agenda. In V. Hudson” (ed). Culture and Foreign Policy. Boulder: Lynne Rienner Publishers. Ch.1
Hudson, Valerie. 2007. Foreign Policy Analysis : Classic and Contemporary Theory. Plymouth: Rowman and Littlefield Publishers, Inc
Langganan:
Postingan (Atom)