Pemerintahan Australia, sebagaimana pemerintahan negara lain pada umumnya, memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan kepentingan nasional dan melindungi kepentingan semua rakyatnya. Hal ini juga terkait dengan respon terhadap nilai dari rakyat Australia sendiri. Dua pilar kembar di atas adalah wujud tanggung jawab dan reaksi sebagai bentuk dukungan atas kebijakan luar negeri Australia karena lingkungan internasional adalah sebuah tantangan yang harus dihadapi. Sebuah bangsa dikatakan kuat bila maju dalam hal ekonomi, pertahanan dan memiliki hubungan baik dengan semua negara di dunia. Untuk itu agenda pemerintahan Australia di bawah Kevin Rudd berencana akan membangun kerjasama untuk mengurangi ancaman akibat keamanan global dan dalam rangka perluasan kemakmuran dan kebebasan yang datang dari keterbukaan pasar dan masyarakat.[1]
Implementasi kebijakan Rudd terbagi dalam dua aspek yaitu permanent interest (kepentingan nasional yang relatif lama seperti pertahanan dan keamanan, industri dan perekonomian global serta kerjasama regional) dan variable interest (lebih kecil dan spesifik lingkupnya seperti kebijakan imigran dan ekspor impor perdagangan). Lebih detailnya, Rudd berencana melakukan berbagai peningkatan seperti mereformasi struktur pengambilan keputusan keamanan nasional, memperkuat kerjasama Australia dengan partner regionalnya, memperkuat aliansi dengan AS, meningkatkan perkembangan ekonomi dibagian Pasifik barat daya, dan menggabungkan implikasi perubahan iklim dan keamanan energi ke dalam kerangka pengambilan keputusan formal dibidang keamanan nasional. Adanya asumsi bahwa konflik tidak dapat dihindari maka pada tataran global, Australia berkomitmen kepada institusi multilateral khususnya PBB dan menyelesaikan swemua permasalahan dengan berbagai dialog dan upaya defensif lainnya.[2]
Untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak berskala nasional, pemerintah Australia menyerahkannya pada pemerintahan daerah dan negara bagian. Seperti yang kita ketahui, Australia adalah negara monarki konstitusional yang mempunyai sistem pemerintahan parlementer dan memiliki Gubernur-Jenderal dengan tugas mewakili tugas Ratu Elizabeth II dengan kekuatan eksekutif yang dijalankan melalui nasehat dari Perdana Menteri (PM). Australia mempunyai parlemen dengan sistem bikameral, terdiri dari Senat yang berisi 76 senator, dan Dewan Perwakilan yang mempunyai 150 anggota. Pemerintah dibentuk di Dewan Perwakilan, dan pemimpin partai atau koalisi mayoritas dalam Dewan adalah yang menjadi PM. Sebagai negara yang menganut demokrasi perwakilan, para wakil rakyat di Australia dipilih untuk membuat kebijakan yang memihak konstituennya. Pendelegasian kewenangan di atas memungkinkan bagi pemerintah Australia untuk fokus pada kepentingan keamanan yang lebih jelas dan bersifat kekal yang lebih penting dengan lingkup tanggung jawab juridiksi negara dan teritorial, dalam rangka memajukan kedaulatan politik, perlindungan bagi rakyat dan kepentingannya didalam maupun diluar negeri. Kepentingan ini merefleksikan fakta bahwa negara bangsa meneruskan tradisi untuk melindungi dan memajukan kedaulatan mereka, namun demikian tetap diarahkan dalam kerangka peningkatan inter-koneksi dan saling ketergantungan secara global.
Kebijakan yang diambil Rudd ini dinilai sangat berbeda dengan John Howard yang merupakan Perdana Menteri Australia sebelumnya, ia dipandang mengabaikan pentingnya hubungan baik dengan negara-negara di kawasan Asia. John Howard lebih mementingkan hubungan baik dengan Amerika Serikat (AS).[3] Memilih teman baik dalam hubungan internasional merupakan sebuah hal lumrah. Namun Howard tidak sekadar menyebut Australia sebagai teman, melainkan deputy sheriff di kawasan. Hal ini tidak disukai oleh beberapa negara di kawasan. Kekalahan Howard atas Rudd, bukan semata-mata akibat pergeseran isu yang sebelumnya terkait masalah teroris kemudian beralih dampak pemanasan global karena yang terpenting adalah bagaimana pemerintahan Partai Buruh dapat mengelola isu ini lebih baik dari koalisi, karena ketidaktepatan dalam mengelola isu tersebutlah ditengarai menjadi dampak kalahnya Howard dalam pemilu kali ini.
Kebijakan strategis Rudd yang lain adalah permintaan maafnya secara resmi kepada penduduk pribumi Aborigin atas kebijakan "generasi yang tercuri" yang diakuinya sebagai sebuah kekeliruan masa lalu di depan berbgai media massa internasional.[4] Menurut penulis, kebijakan ini diambil untuk memantik simpati internasional, yang menunjukkan bagaimana bijaknya pemimpin Australia sekarang sehingga posisi tawar Australia akan naik dan rekonsiliasi nasional dengan masyarakat pribumi Australia yaitu aborigin dengan penduduk lainnya akan tercapai normalisasi seperti yang diharapkan, hal ini juga menunjukkan penerapan dari budaya multikulturalisme yang telah lama digaungkan. Generasi yang tercuri itu adalah anak Aborigin dan Torres Strait Islander yang diambil paksa badan pemerintah Australia maupun misi gereja dari keluarga mereka atas persetujuan parlemen di masa lalu. Menurut literatur, kebijakan masa lalu yang menyangkal hak orangtua warga pribumi atas anak mereka dan menempatkan mereka di bawah perwalian negara itu berlaku antara 1869 dan 1969 yang umumnya tinggal di panti asuhan dan lembaga lain milik pemerintah untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik serta mampu beradaptasi dengan kemajuan jaman. Menurut Rudd, ”parlemen Australia berharap permintaan maaf ini dapat diterima sebagai bagian dari upaya "penyembuhan bangsa". Hari ini kami mengambil langkah pertama dengan mengakui masa lalu dan meletakkan klaim untuk masa depan yang merangkul seluruh (elemen) bangsa Australia.”[5]
Lantas bagaimana hubungan antara Australia dengan negara kita? Hubungan bilateral dengan Indonesia sempat terguncang dengan adanya peristiwa referendum Timor Leste dimana Australia dianggap memprovokasi terjadinya berbagai konflik di bumi Lorosae tersebut, sedangkan Australia melihatnya sebagai perwujudan nafsu ekspansionisme dari Indonesia. Pers-pun banyak memberikan liputan berita yang bernada negatif tentang Indonesia. Apalagi ketika lima wartawan Australia tewas pada pertemuan di Balibo Sejak itu liputan pars selalu menyudutkan posisi Indonesia.[6] Ditambah lagi kasus Celah Timor, serta ancaman terorisme yang sempat terjadi pada tahun 2002 kemarin yang ikut memperkeruh hubungan keduanya. Namun dari kerjasama keamanan yang terjadi pada bulan Januari 2009 kemarin, terlihat adanya peningkatan hubungan yang meliputi sembilan bidang kerjasama yaitu counter terrorism, maritime security, intelligence, humanitarian assistance and disaster relief dan peacekeeping. Soal kerjasama keamanan dengan Australia merupakan suatu hal yang taken for granted bagi militer Indonesia, sebab ditetapkan oleh pemerintah. Namun bagaimana realisasinya di lapangan, pihak mana yang diuntungkan dari kerjasama itu? Apakah Australia atau Indonesia atau kedua-duanya. Mengukur derajat kepentingan nasional masing-masing negara, nampaknya Australia lebih diuntungkan dengan kerjasama ini.[7] Misalnya dalam soal counter terrorism dan maritime security, Indonesia sepertinya akan lebih banyak berfungsi sebagai pelaksana lapangan yang akan menginterdiksi ancaman terhadap Australia tepat di jalur pendekat maritim. Begitu pula dengan intelligence. Australia mempunyai sumber daya lebih untuk mengumpulkan informasi intelijen. Artinya Indonesia lebih sebagai penerima informasi, sebab apa yang akan terjadi di Indonesia sudah diketahui terlebih dahulu oleh intelijen Australia. Berangkat dari situ, perlu kehati-hatian Indonesia dalam mengimplementasikan kerjasama itu. Harus jelas apa keuntungan yang akan diraih Indonesia dalam suatu kerjasama terlebih dahulu, baru kemudian kerjasama itu direalisasikan. Keuntungan yang dimaksud tentu saja harus bersifat strategis dan politis, bukan taktis belaka.
Kesimpulan
Kepedulian yang tinggi dari pemerintahan Australia dalam aspek internasional dan domestiknya (intermestik) haruslah menjadi teladan bagi Indonesia ke depannya tanpa mengabaikan nilai-nilai yang dianut sebagai sebuah bangsa secara keseluruhan. Berbagai keteraturan yang hadir di Australia sekarang, bukanlah sebuah takdir namun keefektivan dari pelaksanaan sistem yang ada serta dukungan maksimal dari keterbukaan rakyatnya dalam menghadapi semua tantangan yang terjadi terutama dari keterbukaan pasar di era globalisasi. Multikulturalisme yang menjadi ciri khas budaya politik Australia pun mengalami berbagai kemajuan yang signifikan, terutama setelah permintaan maaf Perdana Menteri Kevin Rudd terhadap suku Aborigin dan penyediaan kuota bagi perwakilan Aborigin untuk duduk dalam pemerintahan. Terjalinnya hubungan yang positif melalui diplomasi terbuka, keikutsertaan dalam organisasi multilateral dan hubungan baik dengan negara lain menjadikan Australia mengalami kemajuan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Referensi
Departement of Foreign Affairs and Trade Advancing the National Interest. Diakses melalui www.dfat.gov.au pada 19 Oktober 2009
Kepentingan Sektoral Dalam Bingkai Kepentingan Nasional diakses melalui www.antaranews.com pada 19 Oktober 2009
Kevin Rudd. 2008. Pernyataan Keamanan Nasional Pertama kepada Parlemen Australia. Surat Counselor Defence Kedubes Australia di Jakarta diakses melalui http://www.kompas.com/read/xml pada 19 Oktober 2009
Permintaan Maaf Kevin Rudd diakses melalui http://www.sfpa.sk/dokumenty/pozvanky pada 19 Oktober 2009
[1] Departement of Foreign Affairs and Trade Advancing the National Interest. Diakses melalui www.dfat.gov.au pada 19 Oktober 2009
[2] Kevin Rudd. 2008. Pernyataan Keamanan Nasional Pertama kepada Parlemen Australia. Surat Counselor Defence Kedubes Australia di Jakarta diakses melalui http://www.kompas.com/read/xml pada 19 Oktober 2009
[3] Ibid
[4] Permintaan Maaf Kevin Rudd diakses melalui http://www.sfpa.sk/dokumenty/pozvanky pada 19 Oktober 2009
[5] Ibid
[6] Kepentingan Sektoral Dalam Bingkai Kepentingan Nasional diakses melalui www.antaranews.com pada 19 Oktober 2009
[7]Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar