Selandia Baru merupakan negara yang cukup memiliki peranan dalam politik internasional. Komitmen negara tersebut untuk berperan aktif dalam perdamaian dunia dan rezim keamanan internasional membuatnya memiliki semangat dan reputasi tersendiri. Kalangan internasional saat ini banyak yang memandang Selandia Baru sebagai tempat yang baik untuk berinvestasi dan juga merupakan negara yang sangat tanggap mengenai konflik-konflik internasional (Hayati, 2007) .Kemampuan Selandia Baru untuk bangkit dari stagnasi perekonomiannya di tahun 1980-an membuktikan bahwa negara ini memiliki kekuatan yang besar. Pencapaian yang didapatkan Selandia Baru tersebut tidak terlepas dari peranan pemerintah dan masyarakatnya pada saat itu untuk mendongkrak potensi ekonomi mereka (Hayati, 2007). Selandia Baru juga telah lama aktif dalam peristiwa-peristiwa internasional. Dalam usaha-usaha masyarakat internasional untuk menciptakan perdamaian, Selandia Baru dikenal sebagai salah satu pendiri Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), peranan dan dukungannya dalam organisasi tersebut merupakan kebijakan luar negeri inisiatif Selandia Baru.
Di tahun 1947, Selandia Baru bergabung dengan Australia, Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat untuk membentuk South Pacific Commission, sebuah badan regional yang bertujuan untuk membantu peningkatan kesejahteraan kawasan Pasifik. Selandia Baru pernah menjadi pemimpinnya. Di tahun 1971, Selandia Baru bergabung dengan negara-negara merdeka di Pasifik Selatan untuk membentuk South Pacific Forum, yang bertemu setiap satu tahun sekali dalam tingkat “kepala pemerintahan”. Saat ini Selandia Baru memiliki 49 pos diplomatik dan konsular di 41 negara dan teritorial. Selandia Baru juga tergabung dalam organisasi internasional lainnya, seperti Asian Development Bank, anggota Negara Persemakmuran, dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), APEC, East Asia Summit, dan lainnya. Selandia Baru juga terlihat berpartisipasi dalam sejumlah perjanjian internasional yang bertema keamanan, penanggulangan kejahatan, lingkungan dan hak asasi manusia (Encarta, 2008).
Nilai positif Selandia Baru tidak hanya datang karena partisipasi aktifnya dalam kegiatan internasional. Apabila ditelusuri, hal yang sangat berperan dalam nilai tersebut adalah sikap kebijakan luar negeri yang tidak agresif, seperti kebijakan dekolonialisasi di kawasan Pasifik Selatan, mendukung pelucutan nuklir, berbagai protes dalam kebijakan perang Amerika Serikat di Afghanistan-Irak, serta peran pasukan-pasukannya sebagai pembangun infrasruktur di daerah konflik (Hayati, 2007). Menurut penulis bisa dibilang negara ini hampir tidak ada cacatnya, kalaupun ada konflik kecil-kecilan di dalam negeri maka pemerintah setempat berusaha untuk meredamnya, contohnya dalam urusan persaingan antara partai politik. Masyarakat dan pemerintahnya benar-benar menikmati status quo dalam hal ekonomi, sosial, mayarakat dan politiknya serta kurang berminat untuk menjadi negara adikuasa, khawatirnya akan mempengaruhi stabilitas perdamaian kawasan maupun ekonomi dalam negerinya (Rudy, 1993). Selain itu Selandia Baru memang memiliki peranan yang tidak sedikit dalam politik internasional, akan tetapi potensi yang dimilikinya belum cukup untuk bersaing dengan negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, China, Jepang, dan lainnya yang memiliki potensi lebih besar.
Kekuatan Selandia baru yang bisa diamati adalah terletak pada posisi strategisnya yang meskipun tidak terletak di jalur strategis perdagangan dunia, tapi memberikan kemudahan untuk berhubungan dengan kawasan-kawasan seperti, Pasifik Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur, dan Amerika; memiliki potensi agrikultur, perdagangan, dan alam yang menguntungkan; armada dan persenjataannya bagus namun lebih diarahkan sebagai pertahanan negara bukan untuk menyerang; memiliki citra sebagai negara pelopor di kawasan dan aktif menjaga perdamaian dunia (pelopor dekolonialisasi, pelucutan senjata nuklir di Pasifik Selatan, dan pasukan perdamaian); terkenal aktif dalam kegiatan internasional dan memiliki posisi tawar yang kuat dalam aspek ekonomi; masyarakat memiliki tingkat kedisiplinan tinggi, sangat berpartisipasi dalam olahraga serta mengutamakan kesehatan; pandangan mereka mengenai keberagaman etnis sangat moderat, selain itu minimnya jumlah penduduk memudahkan negara dalam mengatur dan mensejahterakannya (Rudy,1993).
Dari segi sejarahnya sebenarnya Selandia Baru juga pernah terlibat dalam perang seperti Perang Dunia I dan II, Perang Korea, Krisis Darurat Malaya, Konfrontasi Indonesia-Malaysia, Perang Vietnam, Perang Teluk, sampai pada Perang Irak bersama Inggris dan Amerika Serikat. Dari keterlibatan Selandia Baru dalam Perang-Perang di luar negeri inilah yang menjadi latar belakang pembentuk identitas nasional, kepentingan nasional, dan pola politik luar negerinya (http://www.mfat.govt.nz). Selain keterlibatan perang, hal lain yang mendorong ekspansi hubungan luar negeri Selandia Baru adalah kebutuhan ekonomi. Perubahan pola dagang dan pemenuhan bahan baku Selandia Baru yang berubah seiring dengan intensifnya Inggris dalam Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) pada dekade 1970-an mendorong negara ini untuk mencari solusi alternatif yaitu menjalin hubungan dengan negara Asia, Pasifik Selatan, dan Amerika Serikat. Negara-negara di Pasifik Selatan merupakan pasar strategis bagi Selandia Baru karena didukung oleh posisinya sebagai pemimpin dekolonialisasi di kawasan tersebut. Negara-negara di Pasifik Selatan juga banyak yang mempercayai Selandia Baru sebagai penanggung jawab wilayah mereka. Selandia Baru telah memfokuskan bantuan sumberdaya ekonomi bilateralnya pada proyek-proyek di negara-negara pulau Pasifik Selatan, khususnya Bougenville.
Hubungannya dengan Samoa yang telah berlangsung sejak tahun 1962 melalui traktat persahabatan, dan juga kedekatannya dengan Tonga melalui skema perizinan kerja kedua negara telah menghasilkan peningkatan imigran dan pengunjung. Selandia Baru juga menjalankan pemerintahan atas Tokelau, dan tiga atol kecil di Pasifik Selatan Atafu, Fakaofo, dan Nukunonu. Pemerintahan dan pemenuhan kebutuhan secara mandiri merupakan tujuan hubungan Selandia Baru dengan Tokelau yang populasinya sekitar 1500 jiwa. Selandia Baru juga menempatkan diri dalam urusan eksternal dan fungsi pertahanan Kepulauan Cook dan Niue. Sejak tahun 1923 Seladia Baru telah melaksanakan yurisdiksinya atas Ross Dependency, yang terdiri atas tanah, dataran es permanen, dan pulau-pulau Antartika. Scott Base di Pulau Ross dikhususkan Selandia Baru sebagai tempat penelitian.
Selama pemerintahannya, Helen Clark terus menunjukkan oposisi Selandia Baru terhadap perburuan ikan paus Jepang. Helen Clark terus mempertanyakan perburuan tersebut dalam pertemuan-pertemuan Komisi Internasional Perburuan Ikan Paus, meskipun Jepang menyatakan bahwa perburuan mereka didasarkan atas kepentingan “penelitian ilmiah”. Memasuki era perdagangan bebas saat ini, Selandia Baru telah mempersiapkannya dengan baik melalui intensifitas hubungan ekonomi dengan beberapa kawasan dan negara-negara seperti ASEAN (ASEAN – Australia/New Zealand Free Trade Agreement), China (China-New Zealand Free Trade Agreement), Malaysia (Malaysia-New Zealand Free Trade Agreement), dan lain sebagainya (http://www.mfat.govt.nz). Selain itu, antara Indonesia dan Selandia Baru juga telah berkomitmen untuk melakukan kerjasama pertahanan dan telah menjadi mitra Dialog Kepulauan Pasific pada bulan Agustus 2001 sekaligus menjadi rekan dalam Konferensi Asia Timur (http://www.dephan.go.id).
Ada beberapa hal yang ditengarai berpotensi ancaman oleh Selandia Baru diantaranya masalah teroris, Selandia bukannya takut menjadi negara sasaran teror tapi lebih kepada dijadikan sarang persembunyian teroris karena wilayahnya yang tenang dan masih alami; kemudian masalah pemanasan global karena secara geografis wilayahnya cukup kecil dan lumayan dekat dengan kutub yang bila mencair potensi tenggelamnya cukup besar, dan kudeta militer di Fiji karena kudeta militer yang terjadi antara pemerintah dengan pimpinan militer sudah terjadi berkali-kali (http://www.mfat.govt.nz). Padahal biasanya dalam menghadapi masalah regional, Selandia Baru selalu mengutamakan dialog dan konsultasi dengan para pemimpin negara Pasifik Selatan, namun mengenai konflik di Fiji ini terlihat selalu mengambil langkah yang cukup keras, seperti menjatuhkan sanksi ekonomi, sekaligus menyiagakan tentaranya di perairan Fiji, hal ini tidak saja dilatarbelakangi oleh kepentingan ekonomi Selandia Baru, tapi juga masalah persaingan antar etnis yang berpotensi menjadi semakin runcing, serta potensi Selandia Baru sebagai tempat bermigrasinya rakyat Fiji (http://www.mfat.govt.nz).
.
Referensi:
Asia Snapshots: Raising New Zealand’s Engagement with Asia diakses dari www.mfat.govt.nz pada 15 Desember 2009
Hayati, Sri dan Yani Ahmad. 2007. Geografi Politik. Bandung: Refika Aditama
Microsoft Encarta 2008
Nando. 2008. Hubungan internasional Selandia Baru diakses dari http://www.mfat.govt.nz pada 15 Desember 2009
New Zealand Economic and Financial Review 2007 diakses dari http://www.treasury.govt.nz pada 15 Desember 2009
Rudy, T. May. Teori, Etika, dan Kebijakan Hubungan Internasional. Angkasa, Bandung, 1993.
TNI dan Angkatan Bersenjata Selandia Baru Kerjasama Pertahanan diakses dari http://www.dephan.go.id pada 15 Desember 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar