Pembuatan keputusan oleh suatu negara dapat diartikan memilih berbagai kemungkinan alternatif yang ada untuk kesinambungan kehidupan suatu negara-bangsa. Dimana isu-isu strategis dan keputusan kebijakan luar negeri yang penting biasanya dibuat oleh kelompok kecil para pembuat kebijakan, dalam arti terdiri dari lima belas orang atau kurang. Hal ini bukan berarti bahwa hanya kurang dari lima belas orang terlibat dalam isu tertentu. Charles F. Hermann menyatakan bahwa elemen-elemen dari struktur kelompok seperti distribusi kekuasaan di dalam grup sama halnya dengan tipe dari peran yang dimainkan oleh anggota-anggota kelompok akan mendapatkan akibat yang penting dalam proses kelompok yang pada akhirnya dapat menghasilkan percabangan dalam pemilihan kebijakan public (www.voxprof.com). Untuk itu interaksi antar anggota kelompok dapat memberikan pengaruh yang mendalam, bahkan adakalanya merusak kualitas keputusan dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membuat sebuah persetujuan karena semakin banyak masukan atau pilihan yang muncul. Pilihan kelompok ini pun juga sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil kebijakan sebelumnya dan bagaimana kelompok mengevaluasi hasil tersebut (http://www.allacademic.com).
Namun untuk meneliti sebuah kasus, penelititi dapat melihat fokus mana yang lebih penting untuk disoroti dan memberikan pengaruhnya. Bila itu adalah kelompok, maka untuk meninjaunya dibutuhkan literatur yang relevan serta perlunya eksplorasi atas suatu perspektif atas suatu kasus yang berdasarkan situasi dan konteks yang ada sebagai sebuah dukungan dalam berpikir. Untuk itu perlu juga menghubungkannya dengan organisasi dan politik untuk mengembangkan pemahaman yang multi-level dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri yang sifatnya kolegial (kelompok) (http://www.allacademic.com). Hal ini didukung oleh penjelasan Graham T. Allison tentang model Politik-birokratik yang mendeskripsikan mengenai hasil dari proses interaksi, penyesuaian diri dan perpolitikan di antara berbagai aktor dan organisasi (http://countrystudies.us). Dimana politik luar negeri muncul dari proses politik berupa tawar-menawar, kompromi, penyesuaian diri, dan sebagainya, yang merupakan inti dari proses sosial pembuatan keputusan.
Model ini lebih lanjut menggambarkan suatu proses di mana masing-masing pemain berusaha bertindak secara rasional. Sebagian besar dari politik birokrasi terjadi pada kelompok antar agensi, yang di mana sangat penting keberadaannya di mata pemerintah. Meskipun banyak hal-hal penting pada umumnya dibebankan pada satu kelompok antar agensi. Untuk mengembangkan sebuah serial opsi atau rekomendasi untuk kelompok kecil yang tingkatannya lebih tinggi, contohnya seperti NSC, merupakan sebuah bentuk kelompok interagensi yang tidak hanya fokus pada usaha untuk mempengaruhi dengan cara berpartisipasi pada beberapa organisasi, tetapi juga berperan dalam perpolitikan dalam negeri. Menurut penulis, secara garis besar, politik birokrasi menghasilkan sebagian besar drama perpolitikan penuh intrik yang menggugah dimana bisa ditemukan pada satu pemerintahan.
Dalam kelompok pembuat keputusan, baik yang terorganisasi secara formal maupun informal tentu terdapat struktur di dalamnya yang melibatkan pemimpin dan anggota. Dimana tanggung jawab terhadap hal-hal yang bersangkut paut dengan persoalan
organisasional seperti struktur organisasi, kelancaran roda organisasi dan deskripsi kerja ada ditangan seorang pemimpin, sehingga ia perlu memiliki bekal kemampuan mengelola organisasi yang tentunya lebih baik dibandingkan anggota kelompok lainnya. Namun setiap aktor dalam kelompok tersebut, seperti Presiden, para menteri, penasehat, jenderal, anggota parlemen dan lain-lainnya sama-sama berusaha menetapkan tujuan, menilai berbagai alternatif sarana dan menetapkan pilihan melalui suatu proses intelektual. Meskipun dalam prakteknya, tidak semua aktor dapat secara maksimal memberikan kontribusi yang merata dalam waktu yang bersamaan pada sebuah pilihan kebijakan. Hal ini bisa dilihat dalam kondisi perumusan kebijakan luar negeri Vietnam yang berpusat pada Partai Komunis Vietnam sebagai partai tunggal yang memiliki kekuasaan (http://countrystudies.us). Ketika kebijakan luar negeri menyangkut masalah keamanan nasional, jajaran pimpinan militerlah yang memonopoli proses pengambilan keputusan yang dalam hal ini presiden merupakan kepala negara yang memiliki komando tentara nasional dan merupakan Ketua Pertahanan Nasional dan Dewan Keamanan. Sedangkan untuk urusan di luar keamanan nasional, kementrianlah yang menjadi pemain kunci.
organisasional seperti struktur organisasi, kelancaran roda organisasi dan deskripsi kerja ada ditangan seorang pemimpin, sehingga ia perlu memiliki bekal kemampuan mengelola organisasi yang tentunya lebih baik dibandingkan anggota kelompok lainnya. Namun setiap aktor dalam kelompok tersebut, seperti Presiden, para menteri, penasehat, jenderal, anggota parlemen dan lain-lainnya sama-sama berusaha menetapkan tujuan, menilai berbagai alternatif sarana dan menetapkan pilihan melalui suatu proses intelektual. Meskipun dalam prakteknya, tidak semua aktor dapat secara maksimal memberikan kontribusi yang merata dalam waktu yang bersamaan pada sebuah pilihan kebijakan. Hal ini bisa dilihat dalam kondisi perumusan kebijakan luar negeri Vietnam yang berpusat pada Partai Komunis Vietnam sebagai partai tunggal yang memiliki kekuasaan (http://countrystudies.us). Ketika kebijakan luar negeri menyangkut masalah keamanan nasional, jajaran pimpinan militerlah yang memonopoli proses pengambilan keputusan yang dalam hal ini presiden merupakan kepala negara yang memiliki komando tentara nasional dan merupakan Ketua Pertahanan Nasional dan Dewan Keamanan. Sedangkan untuk urusan di luar keamanan nasional, kementrianlah yang menjadi pemain kunci.
Di Indonesia sendiri, terdapat kelompok studi yang muncul dengan kesadaran untuk mendukung terciptanya mekanisme perumusan kebijakan luar negeri yang optimal dan kesadaran untuk melibatkan publik seluas mungkin (www.crawford.anu.edu.au). Inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk membentuk suatu forum yang secara konsisten berfungsi untuk membahas berbagai diskursus mengenai masalah internasional sekaligus bagaimana Indonesia menyikapinya dalam bentuk kebijakan luar negeri yang rasional dan efektif. Dalam pengorganisasiannya, kelompok studi ini akan dapat berfungsi juga sebagai media pendidikan dan penyadaran masyarakat secara luas mengenai pentingnya untuk memperhatikan masalah internasional sekaligus guna mendorong timbulnya kesadaran akan keterkaitan yang erat antara bebagai masalah di dalam negeri dengan masalah-masalah di tingkat eksternal. Harus diakui bahwa dewasa ini diskursus publik mengenai berbagai masalah intenasional sangat terbatas dan didominasi hanya oleh beberapa forum. Kurangnya pemahaman publik inilah yang cenderung terefleksi dalam sikap reaktif sebagian kelompok masyarakat terhadap isu-isu seperti keterlibatan Indonesia dalam kasus nuklir Iran dan masalah perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Salah satu contoh kelompok studi tersebut adalah Indonesian Foreign Policy Study Group (IFPIS) yang bersifat independen, nonpartisan, sebagai think tank, dan bertujuan sebagai sumber masukan bagi anggotanya yang terdiri dari pejabat pemerintah, akademisi, wartawan, mahasiswa, pengamat, dan kalangan usaha serta kalangan lain yang memiliki perhatian atau kepentingan untuk lebih memahami isu-isu internasional dan bagaimana Indonesia menyikapinya dalam bentuk kebijakan luar negeri yang rasional dan efektif (www.crawford.anu.edu.au).
Referensi
Anonim. Dinamika Kelompok Kecil dan Pembuatan kebijakan Luar Negeri: Eksperimental Bukti dari berulang Dilema Narapidana Games diakses dari http://www.allacademic.com pada 13 Oktober 2010
Anonim. Indonesia Study Group - Indonesia Project. Diakses dari www.crawford.anu.edu.au pada 13 Oktober 2010
Anonim. Political Dynamics diakses dari http://countrystudies.us pada 13 Oktober 2010
Hermann, Charles F. 1978. Small Group Decision Making. Diakses dari www.voxprof.com pada 13 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar