Rabu, 13 Oktober 2010

DEFINISI DAN GENERASI POLITIK LUAR NEGERI



            Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppy mendefinisikan politik/kebijakan luar negeri sebagai keputusan dan perilaku yang ditempuh oleh negara-negara dalam interaksinya dengan negara lain atau dalam organisasi internasional (Viotti dan Kauppy, 1999:478). Politik luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan suatu negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional (Plano, 1999:5). Politik luar negeri yang spesifik dilaksanakan oleh suatu negara sebagai inisiatif atau reaksi inisiatif yang dilakukan oleh negara lain. Kebijakan luar negeri mencakup proses dinamis dari penerapan pemaknaan kepentingan nasional yang relatif tetap terhadap faktor situasional yang sangat fluktuatif di lingkungan internasional dengan maksud untuk mengembangkan suatu cara tindakan yang diikuti oleh upaya untuk mencapai pelaksanaan diplomasi sesuai dengan panduan kebijaksanaan yang telah ditetapkan.
Politik luar negeri ini merupakan salah satu bidang kajian studi hubungan internasional. Dimana bidang kajian ini berada pada interseksi antara aspek dalam negeri suatu negara (domestik) dan aspek internasional (eksternal) dari suatu negara. Dalam pandangan Coplin, politik luar negeri terbagi dalam tiga sifat, yaitu umum, administratif, dan krisis (Coplin, 1992). Politik luar negeri yang bersifat umum terdiri atas serangkaian keputusan yang diekspresikan melalui pernyataan-pernyataan kebijakan dan tindakan-tindakan langsung. Sementara, politik luar negeri yang bersifat administratif dibuat oleh anggota-anggota birokrasi pemerintah yang bertugas melaksanakan hubungan luar negeri negaranya. Salah satu contohnya adalah  Amerika Serikat di bawah administrasi Presiden George Walker Bush menetapkan politik luar negeri berupa Global War on Terrorism (GWOT). Sedangkan, politik luar negeri yang bersifat krisis merupakan kombinasi dari kedua keputusan yang bersifat umum dan administratif. Keputusan krisis merupakan pengambilan keputusan yang diambil secara cepat dalam situasi darurat.
Ada beberapa langkah utama dalam proses pembuatan kebijakan politik luar negeri yaitu, menjabarkan pertimbangan kepentingan nasional ke dalm bentuk tujuan dan sasaran yang spesifik, menetapkan faktor situasional di lingkungan domestik dan internasional yang berkaitan dengan tujuan klebijakan luar negeri, menganalisis kapabilitas nasional untuk menjangkau hasil yang dikehendaki, mengembangkan perencanaan atau strategi untuk memakai kapabilitas nasional dalam menanggulangi variabel tertentu sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan, melaksanakan tindakan yang diperlukan, dan secara periodik meninjau dan melakukan evaluasi perkembangan yang telah berlangsung dalam mencapai tujuan yang dikehendaki (Plano, 1999:5). Tujuan kebijakan luar negeri sebenarnya merupakan fungsi dari proses dimana tujuan negara disusun. Tujuan tersebut dipengaruhi oleh pengalaman yang dilihat dari masa lalu dan sasaran serta aspirasi di masa depan. 
Untuk mencapai tujuan di atas, politik/kebijakan luar negeri perlu dibuat dan dianalisa terlebih dulu oleh pembuat keputusan (decision maker). Dimana formulasi dari kebijakan tersebut didahului dari adanya masukan, proses dan keluaran yang akhirnya menimbulkan umpan balik untuk pembuatan kebijakan baru atau sebagai suatu bahan untuk evaluasi. Ada beberapa generasi dalam analisis kebijakan luar negeri menurut Pinar Bilgin dalam reviewnya terhadap tulisan Valerie Hudson (Hudson, 2007). Pertama, dikonstruksikan oleh kaum behavioralis pasca Perang Dunia II, mereka mentransformasikan ilmu sosial dengan pendekatan yang bersifat eksak atau ilmu alam. Generasi tersebut merupakan pemikir klasik atau yang disebut dengan generasi pertama (1954-1973). Generasi ini menekankan pada struktur dan proses dari kelompok kecil pembuat keputusan luar negeri, yang bekerja dan memiliki pengaruh besar dalam suatu organisasi dan birokrasi besar. Kelompok tersebut terbagi dalam beberapa dimensi yaitu ukuran, peranan pemimpin dan aturan dalam pembuatan keputusan. Tradisi penelitiannya bersifat empiris yang menggunakan analisa tetap dari data eksperimental seperti studi kasus. Generasi berikutnya tahun 1974-1993 namun masih disebut pemikir klasik, mengkritik sekaligus menghadirkan metode-metode baru, dengan kontribusi dari ilmuwan pos positivis. Generasi terakhir muncul di tahun 1993-sekarang, yang lebih komprehensif dalam memandang analisis kebijakan luar negeri dan melengkapi kekurangan yang ada dari generasi sebelumnya. Generasi ketiga ini terdiri dari kaum pos positivis dan konstruktivis yang menawarkan solusi  lebih lugas dan komprehensif untuk analisis kebijakan luar negeri serta menghadirkan berbagai alternatif pemikiran baru yang selama ini termarjinalkan atau belum muncul dipermukaan. Saat itu merupakan era kejatuhan blok soviet yang kalah dari Amerika Serikat dalam perang dingin, dimana zero sum game dari teori struktur system neorealist dan model pilihan rasional mengalami masa kejayaannya. Aktor dalam generasi ini tidak lagi didominasi oleh Negara bangsa tapi juga actor dengan informasi yang spesifik serta menerima teori-teori menengah ke bawah bukan hanya grand teori saja, dimana kedudukan dari proses pengambilan keputusan pun dipertimbangkan sama pentingnya dengan hasil kebijakan yang didapatkan.

Referensi
Hudson, Valerie M. Foreign Policy Analysis: Classic and Contemporary Theory. (USA: Rowman & Littlefield Publisher.Inc, 2007)
Jack C. Plano dan Roy Olton, Kamus Hubungan Internasional, terj. Wawan Juanda (Jakarta: Putra A. Bardin, 1999), hal. 5.
Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppy, International Theory: Realism, Pluralism, Globalism and Beyond, Third Edition (Boston: Allyn and Bacon, 1999), hal. 478.
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochammad Yani. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006) 47-51.
William D. Coplin, Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoretis, terj. Marsedes Marbun, Edisi Kedua  (Bandung: Sinar Baru, 1992), hal. 37-42. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar