Kamis, 07 Oktober 2010

SIGNIFIKANSI AFTA DAN MERCOSUR DALAM GLOBALISASI EKONOMI



Istilah globalisasi ekonomi sebenarnya mengacu kepada semakin menyatunya unit-unit ekonomi di dunia ke dalam satu unit ekonomi dunia, contoh sederhananya adalah komputer yang dipakai mengetik jurnal ini. Layar monitornya mungkin dirakit di Singapura, tapi banyak komponennya yang dibikin di Jepang, Taiwan atau Korea Selatan, sementara kabel listriknya dibuat di Amerika Serikat. CPUnya lebih rumit lagi. Tempat disketnya dibuat di Jerman, tombol-tombolnya di Malaysia, dan komponen lainnya di Argentina. Di sinilah peran perusahaan raksasa yang disebut perusahaan multinasional untuk mengatur arus barang dan menjaga produksi agar selesai tepat pada waktunya, dan agar terus bisa menghasilkan keuntungan karena jaringannya tersebar di mana-mana.
Dalam globalisasi sekarang ini ada tiga hal dasar yang menjadi agendanya yaitu penghapusan hambatan dagang dan penanaman modal lintas batas. Keputusan menghapus batas-batas itu memungkinkan perusahaan Jepang menanam modalnva di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia dan begitu juga sebaliknya; pembentukan blok-blok perdagangan regional seperti ASEAN, NAFTA, CIS, MERCOSUR, APEC, dan lainnya yang punya komitmen memajukan perdagangan bebas. Perkembangan ini kemudian memaksa pemerintah anggota blok perdagangan untuk mengeluarkan peraturan dan undang-undang dan memelihara rezim yang ada agar sesuai dengan kenyataan integrasi ekonomi yang baru, perdagangan bebas dan liberalisasi ekonomi. Banyak pengamat menilai bahwa di dalam situasi seperti ini peran negara sebagai pembuat kebijaksanaan tidak lagi penting, dan hanya sekadar menjadi fasilitator kepentingan pasar bebas. Sepintas memang benar, karena keputusan di bidang ekonomi makin lama makin bergantung pada negosiasi dan kebijaksanaan di tingkat internasional, dalam forum ASEAN, Mercosur dan sejenisnya.

Problem dalam Free Trade Agreement
            Declaration of Singapore tahun 1992 merupakan momen bersejarah bagi masa depan kawasan Asia Tenggara, karena kesepakatan ini merupakan sikap ASEAN terhadap fenomena globalisasi pasca berakhirnya Perang Dingin. Kesepakatan ini direalisasikan dalam bentuk kerjasama free trade yang dikenal dengan AFTA (ASEAN Free Trade Area).[1] Kerjasama AFTA bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk ASEAN di pasar dunia dan menciptakan pasar seluas-luasnya untuk menstimulus peningkatan FDI (Foreign Direct Investment) di kawasan Asia Tenggara.[2] Kerjasama ini pada awalnya hanya beranggotakan enam negara yaitu Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan Malaysia tapi pada perkembangannya, AFTA memperluas keanggotaannya sampai menjadi 10 negara. Dengan perluasan keanggotaan ini diharapkan dapat mempercepat terjadinya integrasi ekonomi di kawasan Asia tenggara menjadi suatu pasar produksi tunggal dan menciptakan pasar regional bagi lebih dari 500 juta orang.[3] 
            Pemberlakuan AFTA merupakan pilihan dilematis bagi negara-negara anggota ASEAN. Di satu sisi, pemberlakuan AFTA dapat dianggap sebagai kesepakatan yang tidak realistis, karena pilihan untuk menjalankan liberalisasi perdagangan antar negara-negara di tengah-tengah masih rendahnya tingkat efisiensi produksi dan jumlah produk kompetitif masing-masing negara justru dapat merugikan, kendala lain yang menghambat adalah lemahnya upaya negara-negara anggota untuk memanfaatkan mekanisme yang telah ditetapkan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan intra ASEAN. Kendala itu juga disebabkan oleh kekurangselarasan antara pilar masyarakat ekonomi ASEAN yang mencita-citakan sebuah pasar tunggal dengan masyarakat keamanan ASEAN yang masih mengedepankan prinsip non-interference.[4] Sedangkan di sisi lain, pemberlakuan AFTA dapat dilihat sebagai upaya ASEAN untuk menyelamatkan perekonomian masing-masing negara anggota dalam  penghapusan tariff bea masuk di negara-negara anggota ASEAN dianggap sebagai sebuah katalisator bagi efisiensi produk yang lebih besar dan kompetisi jangka panjang, serta memberikan para konsumen kesempatan untuk memilih barang-barang berkualitas.[5]
            Oleh karena itu, pemberlakuan AFTA sebagai kerjasama ekonomi ASEAN masih mendapat kritik dan perhatian dari negara-negara anggota yang berupaya untuk melakukan perbaikan penting dalam proses integrasi ekonomi ASEAN serta diharapkan agar AFTA dapat memediasi pertumbuhan perekonomian dan memperkuat kohesivitas antar negara-negara anggota ASEAN.
                     
ASEAN dan Mercosur paska 11 September 2001
            Keberadaan rezim ekonomi di ASEAN yaitu AFTA tak lepas dari pengaruh aspek keamanan dan politik. Logikanya bila stabilitas perpolitikan dan keamanan terpengaruh oleh peristiwa pemboman yang terjadi 11  September 2001 yang dilakukan oleh teroris maka mekanisme perekonomian pasti juga ikut labil dan tidak kondusif. Untuk itu dibutuhkan relasi peranan rezim keamanan seperti ARF dan sejenisnya untuk mengembalikan kepercayaan investor dalam dan luar kawasan.
            Merebaknya terorisme di kawasan Asia Tenggara akan mendorong semakin jatuhnya pertumbuhan ekonomi di kawasan ini sampai beberapa tahun ke depan, untuk itu semestinya negara anggota ASEAN mampu menjadikan terorisme sebagai isu bersama dalam konteks kawasan, selain sebagai faktor pemersatu juga agar bahaya terorisme lebih mudah ditanggulangi bila dilakukan bersama-sama. Usaha yang dilakukan AFTA dan Mercosur sangat besar dengan menjadikan aspek keamanan sebagai katalisator yang mendukung rezim ekonominya selain kepatuhan akan konsensus diantara negara anggotanya demi kepentingan yang lebih besar yaitu organisasi regional.[6] Langkah konkret yang dilakukan oleh ASEAN dan Mercosur untuk mengatasi terorisme adalah merujuk pada aturan ASEAN yaitu dengan cara damai melalui peningkatan ekonomi, diharapkan negara yang makmur akan mengurangi tindakan teror oleh aktor individu maupun kelompok. Cara lain adalah dengan mengisi kekosongan power di ASEAN paska kegagalan ASEAN di tahun 1997 agar ASEAN maupun Mercosur tidak lagi dipandang sebelah mata karena stigma negara selatan yang terlanjur melekat.

Referensi
http://www.aseansec.org/1163.htm, diakses pada tanggal 6 Juni 2009
www.kompas.com diakses 6 Juni 2009
Eul-Soo Pang.  the World After 11 September 2001


[1] http://www.aseansec.org/1163.htm, diakses pada tanggal 6 Juni 2009
[3]opcit
[4] www.kompas.com diakses 6 Juni 2009
[5] Opcit
[6] Eul-Soo Pang.  the World After 11 September 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar