Kamis, 07 Oktober 2010

PERKEMBANGAN GEOPOLITIK



Geopolitik dimaknai sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah geografi wilayah suatu bangsa. Sedangkan Frederich Ratzel mengartikannya sebagai geografi politik, yang kemudian diperluas oleh Rudolf Kjellen menjadi geographical politic dan disingkat geopolitik. Perbedaannya terletak pada tekanannya. “Geografi” politik mempelajari fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan geo”politik” mempelajari politik dari aspek geografi, dan persamaanya terletak pada interaksi yang berkelanjutan dalam disiplin ilmu pengetahuan. Ratzel  berteori bahwa pertumbuhan negara mirip dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang hidup agar dapat tumbuh subur, yang dikenal sebagai teori organisme, tapi Kjellen berkata dengan tegas bahwa negara adalah organisme bukan hanya mirip.
Pada mulanya banyak ahli geografi menganut faham fisis determinis, keadaan alam suatu daerah dimana manusia itu berada akan menentukan sifat kemanusiaannya. Apabila manusia tidak menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut, maka manusia akan binasa. Pandangan tersebut jelas sekali bahwa tidak ada tawar-menawar antara manusia dengan alam, sehingga tidak tampak kreativitas manusia untuk mengubah alam, seolah-olah manusia sebagai makhluk yang pasif di dunia ini. Dalam perkembangannya, jika suatu bangsa mengolah alam untuk kepentingannya, itu berarti masyarakat tersebut sanggup untuk menyesuaikan dirinya dengan alam. Dengan demikian, aktivitas manusia sejalan dengan rencana yang disediakan alam. Namun dalam realita “kekinian”, manusia sudah jarang melakukan kontak langsung dengan alam yang cenderung memilih naik alat transportasi daripada berjalan kaki meskipun jaraknya dekat, merasakan dinginnya udara dalam ruangan ber-ac daripada merasakan suhu alami udara yang bervariasi. Padahal sudah semestinya manusia berterima kasih pada alam, seperti ungkapan NH. Dini, “Berterima kasihlah pada bumi, meskipun kau injak dan kau ludahi, dia tetap memberimu makan dan minum.” Keapatisan pada manusia jaman modern, kebanyakan karena kemajuan teknologi yang secara tidak langsung membuat manusia menjadi malas untuk hirau pada alam, lebih berkutat pada hal sosial kemanusiaan. Kalaupun ada yang dekat dengan alam tak lain hanya ingin dan menaklukkan alam, seperti illegal logging dan penambangan pasir. Kejadian seperti banjir dan tanah longsor sama sekali tidak menjadi peringatan bagi para manusia bahwa alam “sudah mulai marah dalam usia tuanya.”
Sedikit mundur ke belakang, sebenarnya banyak pakar di jaman pramodern yang mengingatkan tentang hubungan manusia dengan alam, Aristotle dan Jean Bodin misalnya. Bermula dari model bagi sebuah ‘‘negara’’ yang ideal, Aristotle mempertimbangkan lingkungan alam memiliki dampak pada karakter manusia yang memiliki implikasi ekonomi dan kebutuhan militer, sedangkan menurut Bodin alam digunakan untuk kemakmuran, ada hukum alam dan hukum manusia sehingga struktur politik yang ada harus mendukung karakter yang diberikan oleh alam, yang pasti analisa keduanya memperjuangkan keberadaan geopolitik sebagai ilmu yang obyektif atau diatur oleh manusia, walaupun istilah geopolitik sendiri baru muncul 23 abad sesudahnya, meskipun pemikiran mereka tak sepenuhnya tepat tentang dunia, karena tidak ada batas yang jelas pembedaaan dunia manusia dan alam, yang dianalogikan dengan semua ilmu pada hakekatnya adalah filosofi, yang menyelidiki sesuatu secara menyeluruh. Manusia dari segi politik dan pemikirannya tidak dapat dipisahkan dengan alam, jadi manusia dan alam adalah satu kesatuan. Bermula dari perspektif inilah maka geopolitik yang notabenenya mempelajari geopolitik dengan menghubungkan pengkreasian politik bebas dengan lingkungan geografi fisik manusia tidak dapat eksis.
Dengan adanya urbanisasi, industrialisasi, dan desakan sosiologi yang seiring dengan tumbuhnya rasa percaya diri manusia pada kemampuannyalah yang memunculkan antroposentrisme manusia, yang memisahkannya dengan unsur di luar manusia. Pemahaman geopolitik telah dipraktikkan sejak abad XIX, namun pengertiannya baru tumbuh pada awal abad XX, yang memaparkan dasar pertimbangan dalam menentukan alternatif kebijakan nasional untuk mewujudkan tujuan tertentu. Sebenarnya ada dua ide dasar dari geopolitik, pertama, untuk membebaskan ilmu politik dari legalisme dan memadukannya dengan ilmu sejarah yang menekankan kapasitas sejarah terlalu berlebihan  dalam pendidikan dan akhirnya malah gagal menghubungkan manusia dengan latar lingkungan alam sekitarnya, kedua, memberi politik  dasar empiris yang solid. Ide ini masih dalam perdebatan, yang mempertanyakan kemampuan geopolitik untuk menjadi ilmu empiris utama dan kebenaran yang mendasarkan politik murni dengan konsep politik negaranya Kjellen, karena bila menerima kebutuhan dasar empiris politik seharusnya memilih geografi wilayah sebagai landasan dimana ilmu politik ditemukan. Sedangkan pertanyaan pertama telah dijawab oleh ilmuwan sosial dengan variasi jawaban ya dan tidak. Pada dasarnya apa yang diharapkan untuk ditemukan bukan hukum politik perilaku tapi hukum perilaku manusia secara umum. Pendekatan ini akan bertahan atau jatuh bersama dengan aliran empiris dari ilmuwan sosial secara keseluruhan.
Geopolitik bukan ilmu netral yang bisa dipertimbangkan sebagai ilmu alam, namun cabang ilmu politik yang mengikutsertakan moral di dalamnya. Seperti kata Rousseau, “Barangsiapa yang mempelajari politik dan moral secara terpisah maka tidak akan mendapatkan apa-apa dari keduanya.” Geopolitik memiliki dua kelemahan, yakni, dikotomi (ketergantungan pada bumi) yang suatu saat mempersatukan manusia dengan alam. Hubungan manusia dengan alam adalah subyek pada evolusi konstan karena manusia dan lingkungannya akan terus berubah dan tugas geopolitik adalah menjaga kesejajaran semua implikasi politik dari perubahan hubungan yang terjadi; geopolitik dapat efektif dilakukan untuk propaganda  berupa peta penggambaran yang disusun untuk kepentingan ideologi tertentu, yang tidak menyampaikan data dengan benar berdasarkan realitas yang ada, dan cara melawannya adalah dengan belajar geopolitik yang benar.
Menurut saya, geopolitik adalah kebijakan dalam rangka mencapai tujuan nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis negara berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis tersebut. Ini dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati diri seorang manusia sejati yang merupakan khalifah di bumi (pemikiran Islam) dan menjadikannya sebagai pusat daripada dunia (pemikiran Konfusius) untuk melakukan simbiosis mutualisme dengan alam, sehingga global warming dapat dihindarkan dan perdamaian di muka bumi tak lagi sekedar impian. Terlepas dari keberpihakan pada teori Kjellen atau Ratzel mengenai geopolitik tapi saya sangat mengagumi tinjauan Ladis K. D Kristof dalam artikel “The Origins and Evolution of Geopolitics yang mengupas geopolitik dari aspek naturalis.
REFERENSI
K. D. Kristof, Ladis. The Origins and Evolutions of Geopolitics. University of Chicago. Hal 15-46.
Kaelan dan Ahmad Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma Yogyakarta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar