Sabtu, 02 Oktober 2010

STABILITAS PERPOLITIKAN SELANDIA BAR


Konstitusi sebuah negara sangat penting karena didalamnya termuat prinsip-prinsip utama sistem negara. Lain daripada yang lain, sistem konstitusi Selandia Baru ini bukan merupakan kesatuan tunggal yang utuh dan rigid, tetapi merupakan konstitusi dengan dasar common law yang sangat fleksibel dan tidak tertulis (Nah & Stuart Jones, 1997-98). Di dalam konstitusi tersebut tercermin faktor-faktor historis maupun politik yang ada di Selandia Baru sejak zaman kolonial Inggris, dimana negara ini berbentuk monarki konstitusional dengan pola pemerintahan Westminster yang telah diadaptasikan dengan kondisi di Selandia baru dan sistem pemerintahan parlementer yang demokrasi. 
Dokumen-dokumen kunci dalam konstitusi Selandia Baru antara lain Perjanjian Waitangi yang mengatur hubungan antara suku Maori dan Kerajaan Inggris di Selandia Baru. Hingga kini, perjanjian  menimbulkan banyak kontroversi karena tuntutan Maori yang merasa Kerajaan Inggris tidak menepati janjinya (http://www.asiarooms.com). Tetapi, Perjanjian Waitangi tetap dipandang sebagai dasar terbentuknya Selandia Baru sebagai sebuah negara dan diterima secara luas menjadi dokumen konstitusional Selandia Baru; Constitution Act 1986 yang membagi institusi dan kekuasan negara kedalam tiga fungsi: eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta mengesahkan kekuasaan The Sovereign atau Monarki Inggris; New Zealand Bill Of Rights Act 1990; Electoral Act 1993; dan juga konstitusi-konstitusi yang berasal dari Inggris. Selain undang-undang yang dimiliki Selandia Baru di atas, konstitusi juga mencakup konstitusi Inggris di dalamnya seperti Magna Carta, Habeas Corpus, dan sebagainya.
Struktur pemerintahan negara ini tidak jauh berbeda dengan negara persemakmuran Inggris lain yaitu kepala negaranya adalah Ratu Inggris, Elizabeth II, yang kekuasaannya diwakili oleh Gubernur Jenderal dengan tugas-tugas seremonial yang harus dijalankannya, kuasa yang dimilikinya meliputi penunjukan dan pemberhentian perdana menteri (PM) serta membubarkan parlemen. Sedangkan kepala pemerintahannya berada di bawah kuasa PM yang sejak November 2008 lalu dijabat oleh John Key dari partai Nasional. (www.cia.gov). Dalam mengambil keputusan, Gubernur Jenderal membutuhkan nasihat Dewan Eksekutif. Keputusan tersebut juga diterima dari PM yang didukung oleh mayoritas parlemen. Pemerintahan dibentuk juga didasari oleh saran PM. Kabinet dibentuk oleh Perdana Menteri, dimana anggota kabinet juga merupakan anggota Parlemen. Kabinet merupakan badan pembuatan kebijakan yang senior dan bertanggungjawab terhadap Parlemen.
Pada awalnya, parlemen Selandia Baru terdiri dari tiga bagian, yaitu House of Representatives (HoR), Gubernur Jenderal, dan Dewan Legislatif yang bertugas membentuk hukum, mengatur pemerintahan, dan merepresentasikan orang-orang Selandia Baru pada kurun waktu tahun 1854-1951. Setelah itu, bagian terakhir dihilangkan karena perannya semakin melemah (http://www.nzembassy.com). Saat ini, sistem MMP membuat kondisi parlemen diduduki oleh orang-orang yang merupakan perwakilan dari partai-partai yang berpartisipasi di Selandia Baru, walaupun mayoritas masih didominasi Partai Nasional dan Partai Buruh. Sistem ini membuat peran partai dan koalisi lebih berarti dan luas dalam pemerintahan. Sehingga kelompok kepentingan dan masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam parlemen melalui komite yang berhubungan langsung dengan anggota dewan.
Sistem parlemen Selandia Baru adalah unikameral, hal ini menyebabkan HoR menerima pertanggungjawaban dari Eksekutif, dimana anggota Eksekutif juga merupakan partai pemenang yang berasal dari HoR. HoR merupakan cerminan suara rakyat yang berarti memiliki pengaruh yang sangat besar bagi berlangsungnya kinerja Pemerintah. Meskipun Gubernur Jenderal dalam Konstitusi memiliki berbagai hak istimewa sebagai the Sovereign, ia juga tetap mendengarkan nasihat dan pertimbangan Kabinet. Bahkan penunjukan Gubernur Jenderal dilakukan atas saran dan persetujuan dari Perdana Menteri. HoR sendiri dibatasi oleh berbagai konstitusi dan juga kewenangan yang dimiliki Gubernur Jenderal untuk membubarkan Parlemen. Selain itu, konstitusi mengatur dengan sangat jelas kewenangan dan batas kekuasaan yang dimiliki oleh masing-masing cabang institusi. Jadi, disini terdapat distribusi kekuasaan yang baik dan juga pembatasan kekuasaan.
Sistem pemilu di Selandia Baru dulunya mirip dengan sistem yang digunakan oleh Amerika Serikat (AS), partai yang menang memiliki kuasa penuh dan tidak ada tempat bagi pihak yang kalah. Namun pada tahun 1993 terjadi perubahan dimana sistem yang digunakan beralih menjadi sistem proportional representation yang memungkinkan tersedianya kursi di pemerintahan bagi partai dengan persentase suara yang lebih rendah (www.cia.gov).  Partai peserta pemilu beberapa diantaranya adalah pemain lama namun setelah sistem MMP lahir, muncul partai-partai lain yang ikut berpartisipasi dalam politik Selandia Baru, antara lain: Green Party, Partai Maori, New Zealand First, dan ACT. Partai-partai yang muncul tersebut ada yang berfungsi sebagai pendukung partai-partai dominan. Sedangkan peran peran oposisi dalam dinamika politik Selandia Baru, lebih bersifat menekan atau menjatuhkan. Bukan sebagai partai penyeimbang atau kontrol terhadap pemerintahan yang didominasi oleh partai yang menang (www.parliament.nz).
Isu-isu yang sering disuarakan masing-masing partai relatif berbeda, namun untuk tujuan yang sama yaitu demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Selandia Baru. Partai Buruh lebih memfokuskan pada komitmen atas kebijakan yang terkait dengan keadilan dan keamanan sosial serta kesetaraan atas kesempatan. Selain itu, partai Buruh juga sangat mementingkan perlunya sumberdaya manusia yang berkualitas, berkapabilitas dan penuh percaya diri untuk menghadapi berbagai tantangan di abad ke-21 ini (www.parliament.nz). Sedangkan partai Nasional menekankan akan pentingnya kebebasan, pilihan, ambisi dan kemandirian. Dalam menjalankan kegiatannya, seringkali Partai Nasional menggandeng partai lain seperti ACT, Partai Maori dan United Future agar dapat mencapai tujuan mereka.



Analisa dan Kesimpulan
Kestabilan perpolitikan Selandia Baru bukan berarti ketiadaan konflik tapi lebih kepada bagaimana kemampuan pemerintah dalam meredam dan mengendalikan konflik agar tidak sampai chaos, baik dengan konsensus maupun upaya lainnya. Hal ini terbukti dengan pemerintahan Helen Clark yang sudah memerintah selama tiga kali masa jabatan berkat koalisi yang damai antar partai. Pada tahun 1893, Selandia Baru menjadi negara pertama yang memberikan hak pilih bagi wanita dalam pemilihan umum dan 20 tahun kemudian, salah seorang wanita berhasil menjadi Member of Parliament. Hal tersebut merupakan kemajuan demokrasi yang dicapai oleh Selandia Baru pada saat itu. Selain itu, transparansi politik dan rendahnya tingkat korupsi menunjukkan keberhasilan yang diraih pemerintah.
Ada budaya politik permusuhan yang tertanam pada tiap-tiap individu yang cukup memprihatinkan bagi masyarakat Selandia Baru sendiri, dimana mereka sering mencaci siapa saja yang duduk di pemerintah ketika melakukan sedikit kesalahan (Rankin, 1998). Hal ini sedikit ironi karena demokrasi yang berjalan di Selandia baru sudah cukup baik. Penerapan check and balance dalam menjalankan pemerintahan juga pada akhirnya juga sulit dilakukan karena satu pihak dan yang lainnya justru cederung saling menjatuhkan, bukannya memberi solusi atas apa yang sebaiknya dilakukan (Rankin, 1998). Bila dilihat dari segi positifnya, permasalahan di atas menunjukkan resiko dan proses dari kebebasan berdemokrasi, tapi tugas dari pemerintah untuk mengakomodasi agar kestabilan tetap terjaga sehingga budaya permusuhan tidak sampai mereduksi kepentingan nasional. Permasalahan ini bisa diatasi dengan bantuan pemerintah lokal yang lebih mengetahui wilayah yang dipimpinnya sehingga keputusan yang diambil akan memperhitungkan isu dan karakteristik masyarakat setempat, seperti kriminalitas, pekerjaan, dan pelestarian lingkungan yang sering terjadi di lingkungan urban.
Referensi :
Nah, Lin & Phill Stuart-Jones. B3 Life in New Zealand. 1998. Viewed 15 December 2009. [online] <http://www.enzed.com/faq/b31.html>
New Zealand Economy and Politics Viewed on 15 December 2009. [online]  diakses dari http://www.asiarooms.com/
 NZ, about Local Government Viewed on 15 December 2009. [online]  http://www.localcouncils.govt.nz/
 NZ, Political Syatem, Viewed on 15 December 2009. [online] http://www.nzembassy.com/aboutmore.cfm?CFTOKEN=99686852&c=14&l=56&i=5486&p=477 pada 1 Desember 2009
Rankin, Keith. Democracy and Stability in New Zealand. 1998. Viewed on 15 December 2009. [online] <http://pl.net/~keithr/rf98_DemocracyStabilityNZ.html>
Website of CIA. New Zealand. Viewed 24 November 2009. [online] < https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/nz.html>
Website of New Zealand Parliament. Viewed on 28 November 2009. [online] <www.parliament.nz>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar